Apakah kita telah puas dengan kondisi
saat ini, ataukah masih ada keinginan untuk terus menggapai hal-hal
baru, yang selama ini belum kita dapatkan ?
Dalam proses kita untuk mencapai tujuan itu, ada rintangan yang seringkali menghambat langkah kita sesaat. Saat kita bisa menyelesaikan rintangan itu, akan membuat langkah kita ke depan menjadi semakin kuat dan mantap. Tapi kadang-kadang, seringkali tanpa sadar, saat kita bisa menyelesaikan suatu masalah, kita merasa sudah puas dengan kondisi itu, dan langkah kita terhenti disana.
Dalam proses kita untuk mencapai tujuan itu, ada rintangan yang seringkali menghambat langkah kita sesaat. Saat kita bisa menyelesaikan rintangan itu, akan membuat langkah kita ke depan menjadi semakin kuat dan mantap. Tapi kadang-kadang, seringkali tanpa sadar, saat kita bisa menyelesaikan suatu masalah, kita merasa sudah puas dengan kondisi itu, dan langkah kita terhenti disana.
Kita seolah sudah lupa, bahwa tujuan
utama kita sebenarnya belum tercapai. Ibaratnya, saat kita bersekolah,
kita mendapat nilai sepuluh dalam sebuah test harian. Dan kita sudah
cukup puas dengan nilai itu, padahal ujian-ujian itu tadi hanyalah
proses-proses sementara, karena bukankah tujuan utama dalam bersekolah
adalah naik kelas, dan lulus ? Kesenangan-2 kecil, tentu perlu juga
dirayakan, karena bisa memberikan kebahagiaan, kebanggaan dan kesenangan
sementara. Tapi tentu kita tidak boleh terlena di dalamnya lalu
berhenti disana. Setelah kesenangan itu selesai dirayakan, kita harus
kembali bekerja keras pada jalur utama yang kita tuju. Orang-orang yang
sukses di dunia ini, mereka bahkan berani menunda kenikmatan kecil
mereka, demi sebuah tujuan utama yang lebih besar.
Sebuah kisah nyata yang tepat bagaimana
kita menunda kesenangan kecil demi mendapatkan kesuksesan yang lebih
besar, adalah Sylvester Stallone. Dia memang kini salah satu aktor
termahal di Hollywood, tapi tahukah anda bagaimana dia memulai karirnya ?
Stallone lahir dari sebuah keluarga miskin di Amerika. Walau demikian,
latar belakang keluarga tidak menghalanginya untuk bermimpi menjadi
seorang bintang besar. Saat remaja, dia sudah sering mencoba casting di
beberapa film murahan, namun itupun tidak pernah berhasil. Suatu saat,
Stallone terinspirasi pada sebuah pertandingan tinju, yang membuatnya
menulis tentang manuscipt film olahraga tinju, “Rocky”.
Setelah selesai, Stallone mencoba
menawarkan skrip-nya kepada berbagai perusahaan film, tapi tidak ada
yang mau membelinya, karena pada saat itu memang film dengan latar
belakang tinju tidak laku di pasaran. Sampai akhirnya, ada sebuah
perusahaan yang mau menawar harga naskah film tersebut sebesar 75.000
dollar, sejumlah uang yang nilainya puluhan kali lipat dari uang yang
pernah dimiliki Stallone.
Saat itu, ada kebimbangan di dalam
hatinya. Uang itu, cukup untuk membuatnya hidup lebih layak dan makmur.
Tapi di sisi lain, Stallone ingin menjadi seorang bintang, seorang aktor
terkenal, bukan seorang penulis naskah film. Jadi Stallone mencoba
menawarkan kepada perusahaan film tersebut, agar dia yang menjadi aktor
utamanya. Mereka menolak, karena mereka sudah memilih seorang aktor yang
sudah berpengalaman untuk film tersebut, dibanding Stallone yang tidak
punya latar belakang dan pengalaman di film. Negosiasi menjadi alot,
karena Stallone menolak menjual naskah tersebut jika bukan dia yang
menjadi pemeran utamanya. Bahkan saat harga naskah itu meningkat tiga
kali lipat, dan terus meningkat hingga satu juta dollar, Stallone tetap
menolaknya. Walau ia miskin dan lapar, tapi dia berani menolak uang satu
juta dollar, hanya karena dia sudah punya impian yang kuat, bahwa
dengan menjadi aktor, dia bisa memperoleh uang jauh lebih banyak dari
uang satu juta dollar.
Akhirnya, perusahaan film itu menyerah
juga, dan mereka mengijinkan Stallone menjadi pemeran utama, dengan
syarat naskah itu dijual hanya dengan harga 35.000 dollar, serta
Stallone hanya akan mendapat bayaran sebagai aktor sejumlah persentase
tertentu jika film itu cukup laku di pasaran. Sebuah pilihan berisiko
tinggi diambil oleh Stallone. Mengorbankan uang 75.000 dollar, dan hanya
mendapatkan 35.000 dollar plus tambahan lagi beberapa ribu dollar jika
film itu laris. Semua orang di sekitarnya mengatakan bahwa keputusan itu
adalah keputusan terburuk yang pernah diambil Stallone. Tapi Stallone
tidak menggubris itu semua, karena di hatinya dia tahu, bahwa yang dia
lakukan ini hanyalah menunda kesenangan sesaat, untuk mendapatkan
kesenangan lain yang lebih besar.
Pada waktu film Rocky diluncurkan, bukan
saja film itu menjadi laris, tapi bahkan menjadi box office di seluruh
dunia, dengan total penjualan bersih menjadi 171 juta dollar, meraih 10
nominasi untuk academy awards, serta mendapatkan satu piala Oscar.
Secara spontan, Stallone langsung naik daun menjadi aktor kelas atas
Hollywood, dan tawaran main film kelas satupun mulai berdatangan ke
dirinya. Apa yang dialami oleh Sylvester Stallone adalah sebuah pilihan
untuk berani menunda kesenangan-kesenang an kecil, dan berjuang untuk
meraih kesuksesan yang lebih tinggi lagi.
Jangan pernah terjebak dengan kenyamanan
sementara, yang kadang membuat kita merasa sudah puas, padahal bukan itu
sebenarnya yang kita inginkan. Nikmati hasil sementaranya, tapi
tetaplah punya visi ke depan yang jelas, untuk terus mengejarnya. Sukses
untuk anda !
Sumber : http://www.emotivasi.com
0 komentar:
Posting Komentar